Rabu, 18 Juli 2018

MODA PEMBELAJARAN ABAD 21

Perubahan Moda Pembelajaran pada Lembaga Pendidikan dan Konsekuensiya
Terhadap Karakteristik Guru Abad 21

Dengan adanya perubahan moda pembelajaran dalam dunia pendidikan maka tentu memiliki Konsekuensi yang akan berdampak terhadap karakteristik guru abad 21.  Perubahan karakter masyarakat secara fundamental sebagaimana terjadi dalam abad 21 tentu berimplikasi terhadap karakteristik guru. Dalam pandangan progresif, perubahan karakteristik masyarakat perlu diikuti oleh transformasi kultur guru dalam proses pembelajaran. Jadi jika sekarang masyarakat telah berubah kemasyarakat digital, maka guru juga segera perlu mentransformasikan diri, baik secara teknik maupun sosio-kultural.
Terdapat ungkapan bahwa, buku bisa digantikan dengan teknologi, tetapi peran guru tidak bisa digantikan, bahkan harus diperkuat. Pada era sekarang, abad 21, guru harus mampu memanfaatkan teknologi digital untuk mendesain pembelajaran yang kreatif. Kemampuan para guru untuk mendidik pada era pembelajaran digital perlu dipersiapkan dengan memperkuat pedagogi siber pada diri guru. Guru yang lebih banyak berperan sebagai fasilitator harus mampu memanfaatkan teknologi digital yang ada untuk mendesain pembelajaran kreatif yang memampukan siswa aktif dan berpikir kritis (Kompas, 9 April 2018, hal. 12).
Menurut Ketua Divisi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Smart Learning Center, Richardus Eko Indrajit mengatakan, guru harus mulai dibiasakan untuk merasakan pembelajaran digital yang terus berkembang. Sebab, penggunaan teknologi dalam pembelajaran berguna untuk memfasilitasi pembelajaran yang berkualitas. Buku bisa digantikan dengan teknologi. Konten pembelajaran sudah tersedia di internet. Namun, tetap ada peran guru yang tidak bisa digantikan. Di sinilah kita harus memperkuat guru sebagai fasilitator yang membantu siswa untuk dapat memanfaatkan sumber belajar yang beragam. Oleh karena itu karakteristik guru dalam abad 21 antara lain: Pertama, guru disamping sebagai fasilitator, juga harus menjadi motivator dan inspirator.
Lebih lanjut Eko Indrajit mengatakan, pada era sekarang, siswa sudah banyak mengetahui pembelajaran lewat internet terlebih dahulu, baru sekolah. Jangan sampai guru gagap menghadapi kondisi siswa yang lebih banyak tahu konten pembelajaran yang didapat dari internet. Oleh karena itu kemampuan guru sebagai fasilitator harus diperkuat. Guru dapat mengarahkan pembelajaran lebih banyak pada diskusi, memecahkan masalah, hingga melakukan proyek yang merangsang siswa berpikir kritis (Kompas, 9 April, 2018, hal. 12). Kemampuan guru dalam posisi sebagai fasilitator, ini berarti harus mengubah  cara berpikir bahwa guru adalah pusat (teacher center) menjadi siswa adalah  pusat (student center) sebagaimana dituntut dalam kurikulum 13. Ini berarti guru perlu  memposisikan diri sebagai mitra belajar bagi siswa, sehingga guru bukan serba tahu karena sumber belajar dalam era digital sudah banyak dan tersebar, serta mudah diakses oleh siswa melalui jaringan internet yang terkoneksi pada gawai. Ini memang tidak mudah, karena berkait dengan transformasi kultural baik yang masih berkembang dalam guru maupun siswa itu sendiri, dan bahkan masyarakat.
Kedua, salah satu prasyarat paling penting agar guru mampu mentrasformasikan diri dalam era pedagogi siber atau era digital, adalah tingginya minat baca. Selama ini berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa minat baca dikalangan guru di Indonesia masih  rendah, dan bahkan kurang memiliki motivasi membeli atau mengoleksi buku. Tingkat kepemilikan  buku di kalangan guru di Indonesia masih rendah. Bahkan sering terdengar pemeo bahwa penambahan penghasilan melalui program sertifikasi guru, tidak untuk meningkatkan profesionalisme guru, tetapi hanya untuk gaya hidup konsumtif. Sudah  sering terdengar bahwa, tambahan penghasilan gaji guru melalui program sertifikasi bukan untuk membeli buku, tetapi untuk kredit mobil.
 Karakteristik seperti itu, adalah tidak cocok bagi pengembangan profesionalisme guru pada abad 21. Oleh karena itu, guru harus terus meningkatkan minat baca dengan menambah koleksi buku. Setiap kali terdapat masalah pembelajaran, maka guru perlu menambah pengetahuan melalui bacaan buku, baik cetak maupun digital yang bisa diakses melalui internet. Tanpa minat baca tinggi, maka guru pada era pedagogi siber sekarang ini akan ketinggalan dengan pengetahuan siswanya, sehingga akan menurunkan kredibilitas atau kewibawaan guru. Hilangnya kewibawaan guru akan berdampak serius bukan saja pada menurunya kualitas pembelajaran, tetapi juga bagi kemajuan sebuah bangsa.
Ketiga, guru pada abad 21 harus memiliki kemampuan untuk menulis. Mempunyai minat baca tinggi saja belum cukup bagi guru, tetapi harus memiliki keterampilan untuk menulis. Guru juga dituntut untuk bisa menuangkan gagasangagasan inovatifnya dalam bentuk buku atau karya ilmiah. Tanpa kemampuan menulis guru akan kesulitan dalam upaya meningkatkan kredibilitasnya di hadapan murid. Guru yang memiliki kompetensi dalam menulis gagasan, atau menulis buku dan karya almiah, maka akan semakin disegani oleh siswanya. Sebaliknya, jika guru tidak pernah menulis, maka akan semakin dilecehkan oleh siswa.
Keempat, guru abad 21 harus kreatif dan inovatif dalam mengembangkan metode belajar atau mencari pemecahan masalah-masalah belajar, sehingga meningkatkan kualitas pembelajaran berbasis TIK. Penguasaan terhadap  e-learning bagi seorang guru abad 21 adalah sebuah keniscayaan atau keharusan, jika ingin tetap  dianggap berwibawa di hadapan murid. Guru yang kehilangan kewibawaan di mata siswa adalah sebuah bencana, bukan saja bagi guru itu sendiri tetapi bagi sebuah bangsa karena kunci kemajuan bangsa adalah guru. Oleh karena itu kompetensi mengajar berbasis TIK adalah mutlak bagi guru pada abad 21. Jadi seorang guru harus mampu menerapkan model pembelajaran misalnya yang menggunakan pola hibrida (hybrid learning), karena proses pembelajaran dalam abad 21 tidak hanya secara konvensional dengan tatap muka di kelas, tetapi juga secara online melalui situs pembelajarannya. Jadi pembelajaran hibrida adalah sebuah pola pembelajaran yang mengombinasikan pertemuan tatap muka dengan pembelajaran berbasis online, teknologi hadir dalam proses belajar.  Tujuan utamanya untuk keperluan memperluas kesempatan belajar,  meningkatkan kualitas proses belajar, menumbuhkan kesempatan yang sama antarpeserta didik, dan berbagai kemungkinan lainnya. Melalui pola pembelajaran hibrida yang memanfaatkan perangkat komputer atau pun smartphone yang terkoneksi pada jaringan internet memberikan peluang seluas-luasnya bagi guru dan siswa untuk melakukan aktivitas belajar sambil melakukan aktivitas lain, termasuk rekreatif secara bersama-sama. Atau inilah yang disebut pembelajaran multitasking.
Kelima, karakteristik guru abad 21 di tengah pesatnya perkembangan era teknologi digital, bagaimanapun harus mampu melakukan transformasi kultural. Karena itu transformasi mengandaikan terjadi proses pergantian dan perubahan dari sesuai yang dianggap lama menjadi sesuatu yang baru. Atau paling tidak mengalami penyesuaian terhadap kehadiran yang baru. Jika dipandang dari perspektif kritis, konsep transformasi seperti itu segera akan mengundang kecurigaan bahwa konsep transformasi mau tidak mau akan berbau positivistik. Ketika asumsi linearistik yang menjadi karakter utama positivistik, pastilah mengandaikan bahwa yang lama akan dipandang sebagai sesuatu yang tertinggal, atau paling tidak sedikit muatan kemajuannya (Wahyono, 2011).




Perubahan Moda Pembelajaran Guru Abad 21 dan Konsekuensinya terhadap
Karakteristik Sisiwa

Semua sepakat bahwa siswa jaman sekarang atau yang sedang populer disebut sebagai siswa zaman now, adalah berbeda dengan karakteristik siswa jaman dulu. Jika dahulu siswa praktis hanya memiliki peluang belajar pada lembaga sekolah, tetapi sekarang sumber belajar ada di mana-mana dan bahkan terbawa ke mana-mana. Melalui smartphone berbasis android misalnya, siswa jaman sekarang bisa dengan mudah belajar sesuai dengan yang diinginkan. Sebuah mesin pencari yang begitu populer, yaitu google, siswa sekarang bisa mendapatkan berbagai informasi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan. Sudah tidak diragukan lagi, bahwa perilaku belajar siswa sekarang, sangat bergantung atau bahkan menggantungkan diri pada mesin pencari google itu. Jika ada pertanyaan keahlian apa yang diperlukan oleh siswa pada era abad 21? Menurut Bernie Trilling dan Charles Fadel (2009), dalam bukunya berjudul 21 Century Skills: Learning for Life in Our Times, mengidentifikasi ada beberapa kecakapan yang harus dimiliki oleh generasi abad 21 mencakup nilai dan perilaku seperti rasa keingintahuan tinggi, kepercayaan diri, dan keberanian. Keterampilan dan kecakapan abad 21 mencakup tiga kategori utama, yaitu:
1.      Keterampilan belajar dan inovasi: berpikir kritis dan pemecahan masalah dalam komunikasi dan kreativitas kolaboratif dan inovatif.
2.      Keahlian literasi digital: literasi media baru dan literasi ICT.
3.      Kecakapan hidup dan karir: memiliki kemamuan inisiatif yang fleksibel dan inisiatif adaptif, dan kecakapan diri secara sosial dalam interaksi antarbudaya, kecakapan kepemimpinan produktif dan akuntabel, serta bertanggungjawab.

Abad 21 menuntut siswa memiliki keahlian literasi digital atau literasi media baru dan literasi ICT. Secara keseluruhan, jika dibandingkan dengan guru, literasi digital boleh dibilang lebih tinggi di kalangan siswa. Argumen ini berangkaat dari logika berpikir sekuensial, bahwa generasi belakangan pasti lebih cepat dalam menerima kehadiran teknologi baru. Sekarang dikenal apa yang disebut sebagai generasi digital imigran dan digital natif. Generasi digital imigran adalah generasi tua, termasuk sebagian  besar guru di Indonesia. Sementara itu generasi digital natif adalah mereka yang sejak usia dini sudah terbiasa dengan media digital dalam aktivitas sehari-hari, mulai dari aktivitas bermain, belajar, dan kegiatan apa pun yang relevan. Siswa generasi digital natif ini dapat dikatakan sudah relatif memiliki tingkat literasi digital cukup tinggi.

Tipologi Guru Ideal yang Sesuai dengan Karakteristik
Guru Abad 21
Menghadapi era digital, maka tipologi guru yang ideal menurut saya adalah:
1.      Guru disamping sebagai fasilitator, juga harus menjadi motivator dan inspirator. Disini guru harus dapat mengarahkan pembelajaran lebih banyak pada diskusi, memecahkan masalah, hingga melakukan proyek yang merangsang siswa berpikir kritis.
2.      Guru harus memiliki minat baca yang tinggi dan mampu mentransformasi diri dalam era pedagogi siber atau era digital.
3.      Guru harus memiliki Kemampuan untuk menulis dalam pengertian bahwa minat baca saja tentu belum cukup bagi seorang guru jika tidak disertai dengan kemampuan untuk menulis yang tinggi untuk menggugah karyakarya tulisnya yang bias memberikan subangan pemikiran bagi upaya peningkatan kualitas pembelajaran.
4.      Guru harus kreatif dan inovatif dalam mengembangkan metode belajar atau mencari pemecahan masalah belajar, sehingga meningkatkan kualitas pembelajaran berbasis TIK.
5.      Guru harus mampu melakukan transformasi cultural`
6.      Guru harus memiliki kompetensi di bidang perancangan atau desainer pembelajaran dalam menyelenggarakan e   learning.



Analisis Ringkas Tentang Karakteristik Siswa Abad 21
 Berangkat dari Kondisi Rill yang Kami Hadapi di Sekolah

Pada prinsipnya saya sepakat bahwa siswa jaman sekarang atau yang sedang populer disebut sebagai siswa zaman now, adalah berbeda dengan karakteristik siswa jaman dulu. Jika dahulu siswa praktis hanya memiliki peluang belajar pada lembaga sekolah, tetapi sekarang sumber belajar ada di mana-mana dan bahkan terbawa ke mana-mana. Melalui smartphone berbasis android misalnya, siswa jaman sekarang bisa dengan mudah belajar sesuai dengan yang diinginkan. Sebuah mesin pencari yang begitu populer, yaitu google, siswa sekarang bisa mendapatkan berbagai informasi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan. Akibat dari perkembangan teknologi yang semakin pesat ini memberikan dampak yang besar bagi siswa baik terutama sebagai sumber belajar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar